Memperbaharui Akhlaq untuk Mewujudkan Tatanan Kehidupan yang Harmonis
اَلْحَمْدُ للهِ بِذِكْرِهِ تَطْمِئِنُّ الْقُلُوْبَ وَبِفَضْلِهِ تَغْفِرُ الذُّنُوْبَ. أشْهَدُ أنْ لا اِلهَ إلاّ اللهُ الْخاَلِقُ المَعْبُوْدُ وَأشْهَدُ أنَّ مُحَمّدًا رَسُوْلُ اللهِ الصَّارِفُ الْمَوْعُوْدُ فَصَلَوَاتُ اللهِ وَسَلامُهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أهْل التَّقْوَى وَالْمَعْرِفَةِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإحْسَانٍ إلَى يَوْمِ الْمَبْعُوْثِ. أمَّا بَعْدُ. فَيَا أيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Kaum muslimin jamaah Jum’at yang dirahmati Allah SWT
Pada kesempatan khutbah yang berbahagia ini, khatib mengajak para jamaah sekalian untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT dengan selalu mendekatkan diri kepada-Nya, melakukan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
Jika kita memikirkan bagaimana dan berapa banyak nikmat yang telah Allah SWT berikan kepada kita, niscaya kita tidak akan sanggup menghitungnya. Maka sudah sepantasnya kita mengucakan kalimat syukur dengan ikhlas hati kepada-Nya. Jangan sampai kita dicap Allah SWT sebaga hamba-Nya yang tidak tahu terima kasih. Shalawat dan salam tetap kita tunjukkan kepada Rasulullah SAW dan kelaurganya beserta para sahabatnya. Dalam hal ini kita patut mencontoh kegigihan Rasulullah SAW dan para sahabatnya dalam memperjuangkan Islam.
Banyak kalangan yang mengatakan bahwa krisis ekonomi yang melanda bangsa ini berawal dari krisis multi moral. Pada level struktural, mayoritas pejabat dan birokrat sudah tidak lagi amanah terhadap tanggungjawab sebagai pejabat publik. Mereka seenaknya datang ke kantor, disiplin menurun, keuangan banyak digunakan sekehendak hatinya, setiap aktifitas sulir dilepas dari KKN. Begitu pula dalam level kultural. Kejahatan terjadi di mana-mana: pencurian, perampokan, perjudian, pelacuran, pemerkosaan, dan penggunaan obat-obatan terlarang terjadi di mana-mana.
Jika kita bercermin pada sejarah bangsa-bangsa terdahulu, tampak jelas bahwa kebinasaan atau kehancuran suatu kaum, disebabkan rendahnya moral. Mereka sudah tidak lagi mengindahkan aturan-aturan agama. Apa yang mesti mereka lakukan, mereka tinggalkan, dan sebagainya. Allah SWT berfirman:
وَكَم مِّن قَرْيَةٍ أَهْلَكْنَاهَا فَجَاءهَا بَأْسُنَا بَيَاتاً أَوْ هُمْ قَآئِلُونَ
Betapa banyaknya negeri yang telah kami binasakan. Maka datanglah siksaan kami (menimpa penduduk)nya di waktu mereka berada di malam hari atau di waktu mereka beristirahat di tengan hari. (QS Al-A’raf: 4)
أَلَمْ يَأْتِهِمْ نَبَأُ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ قَوْمِ نُوحٍ وَعَادٍ وَثَمُودَ وَقَوْمِ إِبْرَاهِيمَ وِأَصْحَابِ مَدْيَنَ وَالْمُؤْتَفِكَاتِ أَتَتْهُمْ رُسُلُهُم بِالْبَيِّنَاتِ فَمَا كَانَ اللّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَـكِن كَانُواْ أَنفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
Belum datang kepada mereka berita penting tentang orang-orang yang sebelum mereka, (yaitu) kaum Nuh, ‘Aad, Tsamud, kaum Ibrahim, penduduk Madyan dan negeri-negeri yang telah musnah. Telah datang kepada mereka rasul-rasul dengan membawa keterangan yang nyata. Maka Allah tak akan sekali-kali menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. (QS At-Taubah: 70)
Penyebab utama kehancuran negeri adalah penolakan terhadap dakwah para Nabi. Mereka tidak hanya menolak seruannya, tetapi juga memusuhi bahkan berusaha membunuh ppara utusan Tuhan itu. Tentu saja para Nabi menghadapi cobaan berat. Nyawanya dipertaruhkan untuk kelangsungan perjuangan dakwah. Namun Allah Swt memiliki kehendak sendiri. Mereka yang bertindak melewati batas, dihancurkan. Jika Tuhan berkehendak membinasakan suatu kaum, maka tidak ada serangpun yang bisa menolaknya.
Sebaliknya, keberkahan dan kemakmuran suatu negeri hanya akan tumbuh pada bangsa di mana penduduknya beriman dan bertaqwa. Tatanan sosialnya dihiasi dengan solidaritas, toleransi, saling menghargai, tidak saling mencurigai, tidak saling memfitnah dan saling mengingatkan untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT Mereka hidup dalam suasana yang aman, damai dan penuh semangat,kekeluargaan. Allah Swt, menjanjikan dalam Firman-Nya:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُواْ وَاتَّقَواْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ وَلَـكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, Maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannva. (QS Al-A’raf: 96)
Dalam konteks hidup berbangsa dan bernegara, baik burukya moral masyarakat sangat tergantung atau tidak akan lepas dari moral para pemimpinnya. Pemimpin menjadi simbol dan gambaran umum mentalitas dan moralitas masyarakat. Bahkan terdapat kaitan erat antara mereka yang memimpin dengan yang dipimpin. Masyarakat yang baik-baik, tentu saja akan memilih pemimpin yang baik pula. Begitu pula sebaliknya. Masyarakat yang rendah moralitasnya, kecil kemungkinan memilih pemimpin yang baik.
Menjadi seorang pemimpin, berarti menjadi seorang yang menghadapi dunia nyata, atau seorang yang selalu menghendaki perubahan dan memiliki visi pembangunan dan memberdayakan setiap komponen yang dipimpinnya. Kekuatan memimpin terhadap apa saja yang dilihat, didengar, dirasa dan diketahuinya dari semua yang ada disekitarnya.
Rasulullah SAW bukan hanya seorang utusan Allah SWT yang membawa pesan dan wahyu dari Sang Penguasajagad raya, namun beliau juga seorang manusia pilihan yang disegani oleh masyarakat sekitarnya dan seorang yang memiliki kepekaan sosial yang sangat tinggi. Kesedihan dan penderitaan orang-orang yang di sekitarnya yang dipimpin adalah kesedihan dan penderitaanya pula. Semua menjadi teladan bagi kita dan setiap pemimpin di mana saja dia berada.
Kepekaan yang tinggi dari setiap pemimpin itu akan menjadi stimulator kesuksesan menghadapi segala permasalahan yang muncul. Setiap pergerakan dan tingkah laku yang dibuatnya akan menjadi motor dari setiap arah kesuksesan seorang pemimpin. Oleh karena itu dalam setiap memilih pemimpin, agar memilih pemimpin yang memiliki kualitas kepemimpinan yang bagus dan berakhlak seperti yang diontohkan oleh Nabi Nuhammad SAW
Pemimpin yang jujur terhadap dirinya sendiri dan selalu menjadikan setiap langkahnya sebagai bagian dari ibadah dan amal yang membekalinya kelak, akan mendapat jalan dari langkahnya. Karena Allah SWT selalu membimbing para pemimpin yang jujur dan amanah dengan tanggung jawabnya.
Namun sulit rasanya mendapatkan pemimpin yang meneladani pola kepemimpinan Rasulullah SAW, memiliki tanggung jawab moral, kesederhanaan, dan kepekaan sosial menjadi akhlak pribadi pada pemimpin. Yang ada justru pengkhianatan, kemewahan dan keserakahan. Akibat yang ditimbulkan adalah krisis dalam berbagai dimensi kehidupan. Ini sebagai akibat rendahnya mental dan moral, baik para petinggi negara maupun masyarakat.
Para penguasa memang cenderung dzalim, dan karena itu pula banyak posisi tertinggi dalam suatu organisasi harus ditempuh dengan berbagai cara. Tujuan menghalalkan segala cara yang dicetuskan oleh Machiavelli dalam meraih dan mempertahankan kekuasaan telah menjelma menjadi virus yang sulit diobati di tubuh bangsa ini, hal ini telah menghiasi dinamika sejarah kemanusiaan masyarakat Indonesia. Ketika kekuasaan mulai digoyang, segala cara dilakukan, meski mengorbankan banyak pihak, untuk melumpuhkan lawan-Iawan politik. Dalam konteks ini, idealisme hancur luluh di telan kepentingan.
Praktek korupsi, kolusi dan nepotisme terjadi di berbagai instansi, pemerintahan maupun non pemerintahan. Partai-partai politik sulit melepaskan diri dari penyakit itu. LSM-LSM yang notabenenya adalah gerakan moral pun ikut terjangkit. Bagaimana jadinya, jika lembaga yang bertugas mengontrol dan mengkritik pemerintah justru terkena penyakit yang sama. Bagaimana ia bisa mendiagnosa dan memberikan terapi jika penyakitnya sarna. Suatu kondisi yang sangat memprihatinkan dan membutuhkan penanganan yang cepat.
Jika dekadensi moral masyarakat sudah sampai pada titik yang paling rendah, maka segala akibatnya akan dirasakan sendiri oleh kaum tersebut. Segala akibat buruk karena ulah segelintir orang, dampaknya akan dirasakan masyarakat secara luas. Orang yang tidak berdosa pun ikut menanggung derita. Musibah yang terjadi tidak pandang bulu, tidak memilah-milah mana yang salah mana yang tidak. Orang yang merusak hutan dengan menebang kayu secara liar atau sengaja membakamya untuk suatu proyek besar, yang mungkin hanya satu atau beberapa orang saja. Namun, dampaknya akan terjadi banjir dan erosi atau tanah longsor dirasakan bersama. Korban harta dan jiwa tidak terelakan serta fasilitas-fasilitas umum ikut terganggu. Allah SWT berfirman:
وَكَذَلِكَ أَخْذُ رَبِّكَ إِذَا أَخَذَ الْقُرَى وَهِيَ ظَالِمَةٌ إِنَّ أَخْذَهُ أَلِيمٌ شَدِيدٌ
Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras. (QS Hud: 102)
Kaum muslimin jamaah Jum’at yang dirahmati Allah SWT
Sadar atau tidak, semua akibat yang menimbulkan penderitaan bersama itu karena ulah manusia yang serakah dan dzalim. Mereka mengekploitasi kekayaan nafsu untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya. Apakah itu hak warga sekitar atau milik negara, mereka tidak menghiraukan lagi. Ulah manusia-manusia seperti itulah yang mengakibatkan datangnya azab dan bencana nasional. Dampak azab dan bencana itu mungkin tidak terasa oleh para pelakunya, akah tetapi yang menderita adalah rakyat miskin yang tidak berdosa. Kehidupan mereka semakin tertindas; “Sudah miskin, kena bencana lagi”. lnilah yang harus diingat oleh orang-orang yang serakah megeksploitasi kekayaan alat untuk kepentingan sendiri. Bahkan Allah SWT berjanji tidak akan membinasakan suatu negeri bila penduduknya berbuat kebaikan. Allah SWT berfiman:
وَمَا كَانَ رَبُّكَ لِيُهْلِكَ الْقُرَى بِظُلْمٍ وَأَهْلُهَا مُصْلِحُونَ
Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan. (QS Hud: 117)
Oleh karena itu, sudah semestinya kita bercermin kepada bangsa-bangsa terdahulu mengenal sebab-akibat dari azab dan beneana Allah SWT mengingatkan agar kita mengambil pelajaran dari mereka. Allah SWT berfirman:
لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِّأُوْلِي الأَلْبَابِ مَا كَانَ حَدِيثاً يُفْتَرَى وَلَـكِن تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلَّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran hagi orang-orang yang mempunyai akal. Al-Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (QS Yusuf: 111).
Demikian semoga kita senantiasa diberikan petunjuk oleh Allah SWT dalam mengarungi hidup ini.
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبِّلَ الله مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنَِّهُ هُوَاالسَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أقُوْلُ قَوْلِي هَذا وَأسْتَغْفِرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ لَِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar